Sabtu, 07 Januari 2012

EKOSISTEM MANGROVE

Aliran Energi dan Rantai Makanan Ekosistem Mangrove di Pulau Jawa
Rochana, Erna.Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia.

      Ekosistem mangrove sebagai ekosistem peralihan antara darat dan laut telah diketahui mempunyai berbagai fungsi, yaitu sebagai  penghasil bahan organik, tempat  berlindung berbagai jenis binatang, tempat memijah berbagai jenis ikan dan udang, sebagai pelindung pantai, mempercepat pembentukan lahan baru, penghasil kayu bangunan, kayu bakar, kayu arang, dan tanin (Soedjarwo, 1979). Masing-masing kawasan pantai dan ekosistem mangrove memiliki historis perkembangan yang berbeda-beda. Perubahan keadaan kawasan pantai dan ekosistem mangrove sangat dipengaruhi oleh faktor alamiah dan faktor campur tangan manusia.
(Dikutip dari : Keanekaragaman Hayati dan  Konservasi Ekosistem Mangrove, Tarsoen Waryono)
Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai fungsi ekologis dan ekonomis. Fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai, mencegah intrusi air laut, habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), tempat pemijahan (spawning ground) bagi aneka biota perairan, serta sebagai pengatur iklim mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan rumah tangga, penghasil keperluan industri, dan penghasil bibit.
       
      Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh oleh iklim. Sedangkan daerah pantai adalah daratan yang terletak di bagian hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) yang berbatasan dengan laut dan masih dipengaruhi oleh pasang surut, dengan kelerengan kurang dari 8% (Departemen Kehutanan, 1994 dalam Santoso, 2000).
Menurut Nybakken (1992), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas  atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove meliputi pohon- pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12 genera tumbuhan berbunga :  Avicennie,  Sonneratia,  Rhyzophora,  Bruguiera,  Ceriops,  Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda, dan Conocarpus (Bengen, 2000).
Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas, yaitu komunitas atau masyarakat tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam/salinitas (pasang surut air laut); dan kedua sebagai individu spesies (Macnae, 1968 dalam Supriharyono, 2000). Supaya tidak rancu, Macnae menggunakan istilah “mangal” apabila berkaitan dengan komunitas hutan dan “mangrove” untuk individu tumbuhan. Hutan mangrove oleh masyarakat sering disebut pula dengan hutan bakau atau hutan payau. Namun menurut Khazali (1998), penyebutan mangrove sebagai bakau nampaknya kurang tepat karena bakau merupakan salah satu nama kelompok jenis tumbuhan yang ada di mangrove.

Ciri dan Karakteristik Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove hanya didapati di daerah tropik  dan sub-tropik. Ekosistem mangrove dapat berkembang dengan baik pada lingkungan dengan ciri-ciri ekologik sebagai berikut:
(a). Jenis tanahnya berlumpur, berlempung atau berpasir dengan bahan-bahan yang  berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang;
(b). Lahannya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi ekosistem mangrove itu sendiri;
(c). Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat (sungai, mata air atau air tanah) yang berfungsi untuk menurunkan salinitas, menambah pasokan unsur hara dan lumpur;
(d). Suhu udara dengan fluktuasi musiman tidak lebih dari 5ºC dan suhu rata-rata di bulan terdingin lebih dari 20ºC;
(e). Airnya payau dengan salinitas 2-22 ppt atau asin dengan salinitas mencapai 38 ppt;
(f). Arus laut tidak terlalu deras;
(g). Tempat-tempat yang terlindung dari angin kencang dan gempuran ombak yang kuat;
(h). Topografi pantai yang datar/landai.
      Habitat dengan ciri-ciri ekologik tersebut umumnya dapat ditemukan di daerah-daerah pantai yang dangkal,  muara-muara sungai dan pulau-pulau yang terletak pada teluk.
Fungsi  Dan Kerusakan Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove dikategorikan sebagai ekosistem yang tinggi produktivitasnya (Snedaker, 1978) yang memberikan kontribusi terhadap produktivitas ekosistem pesisi (Harger, 1982).  
Dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove adalah sebagai berikut:
(a). Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea,  ikan,  burung biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut,  dan berbagai hidupan  lainnya;
(b). Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut;
(c). Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya;
(d). Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik;
(e). Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove;
(f). Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu;
(g). Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi .

      Secara umum, ekosistem mangrove mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan yang rendah. Di Indonesia tercatat 120 jenis tumbuhan mangrove dan 90 jenis di antaranya ditemukan di Jawa. Keanekaragaman faunanya untuk Pulau Jawa informasinya masih terpisah-pisah. Balen (1988) mencatat 167 jenis burung terestrial di ekosistem mangrove Pulau Jawa; di Cagar Alam Muara Angke ditemukan 43  jenis burung (Atmawidjaja & Romimohtarto, 1999), di ekosistem mangrove Teluk Naga ternyata 23 jenis burung air yang memilih daerah tersebut sebagai tempat mencari pakan (Widodo & Hadi, 1990), di ekosistem mangrove delta sungai Cimanuk, menurut Mustari (1992) tercatat 28 jenis burung air (12 jenis burung wader migran dan 11 jenis di antaranya termasuk jenis burung yang dilindungi), di kawasan pantai timur Surabaya dengan luas 3.200 hektar, menurut  Anonymous  (1998) ekosistem mangrove yang ada mampu mengakumulasi logam berat pencemar dan sebagai tempat persinggahan  54 jenis burung air dan burung migran; di ekosistem mangrove Tanjung Karawang ditemukan 52 jenis burung (Sajudin et al., 1984), 3 jenis tikus (Munif et al., 1984), 7 jenis moluska, 14 jenis krustasea (Hakim et al., 1984), dan 9 jenis nyamuk (Rusmiarto et al., 1984); di daerah mangrove Pulau Pari tercatat 24 jenis ikan (Hutomo & Djamali, 1979) dan 28 jenis krustasea (Toro, 1979), di pantai barat Pulau Handeleum ditemukan 12 jenis Gastropoda mangrove dan 20 jenis di pantai utara Pulau Penjaliran (Yasman, 1999); di Pulau Dua, Pulau Rambut dan Tanjung Karawang ditemukan 6 jenis ular (Supriatna, 1984).
(Dikutip dari www.irwantoshut.com)
Seperti ekosistem pada umumnya, ekosistem mangrove memiliki aliran rantai makanan, materi, dan energi yang spesifik dan berbeda dengan ekosistem lainnya. Hal itu dikarenakan ekosistem mangrove ditinggali oleh flora dan fauna yang khas seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Berikut contoh gambar ekosistem mangrove di berbagai tempat :

Contoh aliran energi dan rantai makanan pada ekosistem mangrove :
BAGAN ALIR RANTAI MAKANAN DAN ALIRAN ENERGI PADA EKOSISTEM MANGROVE DI PULAU JAWA

Di gambar tersebut dijelaskan bahwa, mangrove pada ekosistem berlaku sebagai produsen utama, kemudian daun-daun dan bagian tubuh mangrove yang telah membusuk akan dimanfaatkan oleh detrivor sebagai bahan makanan. Pada tingkatan trofik selanjutnya, detrivor dimakan oleh ikan, bivalvia dan crustacean kecil yang kemudian dimangsa lagi oleh ikan dan crustacean yang berukuran lebih besar. Rantai makanan ini terus berlangsung. Sampai pada akhirnya organisme-organisme tersebut mati dan kembali dimanfaatkan oleh detrivor sebagai bahan makanan.
Mangrove yang ada di Pulau jawa beragam di tiap daerah. Dan di tiap daerah itu pun memiliki organisme yang berbeda.
BAGAN ALIR EKOSISTEM MANGROVE

Rujukan
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Alih bahasa oleh M. Eidman., Koesoebiono., D.G. Bengen., M. Hutomo., S. Sukardjo. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Wilayah Pesisir dan Ekosistem Mangrove

Peranan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir
1. Wilayah Pesisir
Kawasan Pesisir
     Apabila ditinjau dari garis pantai maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yakni sejajar dengan garis pantai dan tegak lurus garis pantai. Namun demikian batasan tersebut tergantung pula dengan karakteristik lingkungan, sumberdaya yang ada dan sistem negara bersangkutan.
Adapun definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

     Definisi, Jenis dan Penyebaran Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir terutama pulau-pulau kecil. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota baru. Selain itu, ekosistem ini juga berfungsi dalam mengolah limbah melalui penyerapan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat mencegah pencemaran dan kontaminasi di perairan sekitarnya. Mangrove atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin
2. Mangrove
"Hutan Mangrove"
     Mangrove adalah salah satu di antara sedikitnya tumbuh-tumbuhan tanah timbul yang tahan terhadap salinitas laut terbuka. Walaupun tidak sama dengan istilah mangrove banyak orang atau penduduk awam menyebut mangrove sebagai mangrove atau secara singkat disebut mangrove.
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon (seperti Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Exoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa) yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Karakteristik habitat mangrove yakni;
(1) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, atau berpasir,
(2) daerah yang tergenang air laut secara berkala baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi mangrove,
(3) menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat,
(4) terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Cakupan sumberdaya mangrove secara keseluruhan menurut Kusmana (2005) terdiri atas:
(1) satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove,
(2) spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove,
(3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-kali, biasa ditemukan kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove,
(4) proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun diluarnya, dan
(5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dangan laut.

     Mangrove dapat berkembang sendiri yakni tempat di mana tidak terdapat gelombang, kondisi fisik pertama yang harus terdapat pada daerah mangrove ialah gerakan air yang minimal. Kurangnya gerakan air ini mempunyai pengaruh yang nyata. Gerakan air yang lambat dapat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar.
Kawasan mangrove diklasifikasikan sebagai berikut: a). Kawasan air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10 – 30 ppt; terdiri
1). Kawasan yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan, hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh,
2). Kawasan yang terendam l0-19 kali per bulan; ditemukan Avicennia (A. alba, A. lauta), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp., 
3). Kawasan yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan, ditemukan Rhizophora sp/ Bruguiera sp.
4). Kawasan yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun, Bruguiera gymnorhiza dominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup. b).  Kawasan Air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0-9 ppt, meliputi ;
1) Kawasan yang kurang lebih masih di bawah pengaruh pasang-surut, tumbuh Nypa,
2). Kawasan yang terendam secara bermusim, dominan Hibiscus. Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas yaitu komunitas atau kelompok tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Mangrove sering diterjemahkan sebagai komunitas hutan bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuhan yang hidup di hutan pasang surut tersebut. Jenis-jenis pohon Mangrovenya seperti Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp dan Ceriops sp.
Fungsi dan Potensi Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut. Ekosistem mangrove memiliki fungsi antara lain :
(1)sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak, arus dan angin,
(2) sebagai tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota
(3) sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif (detritus),
(4) sebagai sumber bahan baku industri bahan bakar,
(5) pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta
(6) tempat pariwisata.
     Secara fisik ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai hutan lindung yang mempengaruhi pengaliran massa air di dalam tanah. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove dapat menghambat arus air dan ombak, sehingga menjaga garis pantai tetap stabil dan terhindar dari pengikisan (abrasi). Keadaan ekosistem rnangrove yang relatif lebih tenang dan terlindung dan sangat subur juga aman bagi biota laut pada umumnya.
     Fungsi lain yang penting adalah sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan ekosistem mangrove. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikro organisme diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus kemudian menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae (udang-udang kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia.

Hutan Wisata
     Salah satu kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi karena mereka membuang limbah di sekitar perairan ekosistem hutan mangrove yang tidak jauh dari kota, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan dalam membuang limbah yang tidak merusak ekosistem mangrove. Pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove secara ideal seharusnya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat narnun tidak menganggu keberadaan dari sumberdaya tersebut. Dalam upaya ini Departemen Kehutanan telah memperkenalkan suatu pola pemanfaatan yang disebut “silvofishery” dengan bentuk tumpangsari. Pola ini adalah kombinasi antara tambak/empang dengan tanaman mangrove. Pola ini dianggap paling cocok untuk pemanfaatan ekosistem mangrove saat ini. Dengan pola ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan sedangkan ekosistem mangrove masih tetap terjamin kelestariannya (Departemen Kehutanan, 1993)