Sabtu, 07 Januari 2012

Wilayah Pesisir dan Ekosistem Mangrove

Peranan Ekosistem Mangrove di Wilayah Pesisir
1. Wilayah Pesisir
Kawasan Pesisir
     Apabila ditinjau dari garis pantai maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas yakni sejajar dengan garis pantai dan tegak lurus garis pantai. Namun demikian batasan tersebut tergantung pula dengan karakteristik lingkungan, sumberdaya yang ada dan sistem negara bersangkutan.
Adapun definisi wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah wilayah pertemuan antara darat dan laut, kearah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di daratan seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

     Definisi, Jenis dan Penyebaran Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya pesisir terutama pulau-pulau kecil. Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dan perubahan lingkungan utama dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota baru. Selain itu, ekosistem ini juga berfungsi dalam mengolah limbah melalui penyerapan kelebihan nitrat dan phospat sehingga dapat mencegah pencemaran dan kontaminasi di perairan sekitarnya. Mangrove atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu varietas komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin
2. Mangrove
"Hutan Mangrove"
     Mangrove adalah salah satu di antara sedikitnya tumbuh-tumbuhan tanah timbul yang tahan terhadap salinitas laut terbuka. Walaupun tidak sama dengan istilah mangrove banyak orang atau penduduk awam menyebut mangrove sebagai mangrove atau secara singkat disebut mangrove.
Mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon (seperti Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Exoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa) yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur.
Karakteristik habitat mangrove yakni;
(1) umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur, atau berpasir,
(2) daerah yang tergenang air laut secara berkala baik setiap hari maupun yang hanya tergenang pada saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi mangrove,
(3) menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat,
(4) terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Cakupan sumberdaya mangrove secara keseluruhan menurut Kusmana (2005) terdiri atas:
(1) satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove,
(2) spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove,
(3) biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap, sementara, sekali-kali, biasa ditemukan kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove,
(4) proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun diluarnya, dan
(5) daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dangan laut.

     Mangrove dapat berkembang sendiri yakni tempat di mana tidak terdapat gelombang, kondisi fisik pertama yang harus terdapat pada daerah mangrove ialah gerakan air yang minimal. Kurangnya gerakan air ini mempunyai pengaruh yang nyata. Gerakan air yang lambat dapat menyebabkan partikel sedimen yang halus cenderung mengendap dan berkumpul di dasar.
Kawasan mangrove diklasifikasikan sebagai berikut: a). Kawasan air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10 – 30 ppt; terdiri
1). Kawasan yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan, hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh,
2). Kawasan yang terendam l0-19 kali per bulan; ditemukan Avicennia (A. alba, A. lauta), Sonneratia griffithii dan dominan Rhizophora sp., 
3). Kawasan yang terendam kurang dari sembilan kali setiap bulan, ditemukan Rhizophora sp/ Bruguiera sp.
4). Kawasan yang terendam hanya beberapa hari dalam setahun, Bruguiera gymnorhiza dominan, dan Rhizophora apiculata masih dapat hidup. b).  Kawasan Air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0-9 ppt, meliputi ;
1) Kawasan yang kurang lebih masih di bawah pengaruh pasang-surut, tumbuh Nypa,
2). Kawasan yang terendam secara bermusim, dominan Hibiscus. Kata mangrove mempunyai dua arti, pertama sebagai komunitas yaitu komunitas atau kelompok tumbuhan atau hutan yang tahan terhadap kadar garam atau salinitas (pasang surut air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Mangrove sering diterjemahkan sebagai komunitas hutan bakau, sedangkan tumbuhan bakau merupakan salah satu jenis dari tumbuhan yang hidup di hutan pasang surut tersebut. Jenis-jenis pohon Mangrovenya seperti Avicennia sp, Sonneratia sp, Rhizophora sp, Bruguiera sp dan Ceriops sp.
Fungsi dan Potensi Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam daerah tropika yang mempunyai manfaat ganda baik aspek ekologi maupun sosial ekonomi. Besarnya peranan ekosistem mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenis hewan, baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk-tajuk pohon mangrove serta ketergantungan manusia terhadap ekosistem mangrove tersebut. Ekosistem mangrove memiliki fungsi antara lain :
(1)sebagai pelindung pantai dari gempuran ombak, arus dan angin,
(2) sebagai tempat berlindung, berpijah atau berkembang biak dan daerah asuhan berbagai jenis biota
(3) sebagai penghasil bahan organik yang sangat produktif (detritus),
(4) sebagai sumber bahan baku industri bahan bakar,
(5) pemasok larva ikan, udang dan biota laut lainnya, serta
(6) tempat pariwisata.
     Secara fisik ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai hutan lindung yang mempengaruhi pengaliran massa air di dalam tanah. Sistem perakaran yang khas pada tumbuhan mangrove dapat menghambat arus air dan ombak, sehingga menjaga garis pantai tetap stabil dan terhindar dari pengikisan (abrasi). Keadaan ekosistem rnangrove yang relatif lebih tenang dan terlindung dan sangat subur juga aman bagi biota laut pada umumnya.
     Fungsi lain yang penting adalah sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalam jaringan makanan ekosistem mangrove. Daun mangrove yang gugur melalui proses penguraian oleh mikro organisme diuraikan menjadi partikel-partikel detritus. Detritus kemudian menjadi bahan makanan bagi hewan pemakan detritus seperti: cacing, mysidaceae (udang-udang kecil/ rebon). Selanjutnya hewan pemakan detritus menjadi makanan larva ikan, udang dan hewan lainnya. Pada tingkat berikutnya hewan-hewan tersebut menjadi makanan bagi hewan-hewan lainnya yang lebih besar dan begitu seterusnya untuk menghasilkan ikan, udang dan berbagai jenis bahan makanan lainnya yang berguna bagi kepentingan manusia.

Hutan Wisata
     Salah satu kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dan urbanisasi karena mereka membuang limbah di sekitar perairan ekosistem hutan mangrove yang tidak jauh dari kota, oleh karena itu diperlukan suatu pengelolaan dalam membuang limbah yang tidak merusak ekosistem mangrove. Pemanfaatan sumberdaya ekosistem mangrove secara ideal seharusnya mempertimbangkan kebutuhan masyarakat narnun tidak menganggu keberadaan dari sumberdaya tersebut. Dalam upaya ini Departemen Kehutanan telah memperkenalkan suatu pola pemanfaatan yang disebut “silvofishery” dengan bentuk tumpangsari. Pola ini adalah kombinasi antara tambak/empang dengan tanaman mangrove. Pola ini dianggap paling cocok untuk pemanfaatan ekosistem mangrove saat ini. Dengan pola ini diharapkan kesejahteraan masyarakat dapat ditingkatkan sedangkan ekosistem mangrove masih tetap terjamin kelestariannya (Departemen Kehutanan, 1993)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar